Monday 12 November 2012

Menarik Benang Merah Ke-Intelektualan Kader IMM




Penguatan basis kaderisasi IMM  tidak akan luput dari tri kompetensi IMM yaitu intelektual, religious dan humanis. Menyinggung  masalah kaderisasi maka secara otomatis membicarakan masalah kuantitas serta kualitas kader ditataran praksis masyarakat. Penulis memandang bahwa dalam kurun 3 tahun terakhir ini kaderisasi IMM dari tataran pusat sampai komisariat kurang adanya koordinasi gerakan sehingga akibatnya tidak ada titik pergerakan yang jelas Penajaman berpikir merupakan hal yang wajib bagi seluruh kader IMM  dalam menemukan jawaban-jawaban atas ralitas social yang ada. Filsuf Descrates mengatakan dengan berpikir maka kita di anggap ada, dan orang dikatan hidup ketika pikiranya senantiasa berkesinambungan berjalan tanpa henti. Bahkan Aristoteles menyamakan orang yang tidak mau berpikir dikatan sebagai orang yang telah mati. Ali Bin Abi Tholib menyamakan orang yang senantiasa berpikir sama halnya dengan orang yang berilmu, dan orang yang berilmu laksana sinar cahaya yang akan menyinari kegelapan. Orang yang berilmu akan senatiasa hatinya bersinar dan memberikan manfaat kepada makhluk yang lainya.
            Ibrahim As.menjalani proses berpikir untuk menemukan Tuhan berawal dari melihat alam sekitar seperti bulan, bintang, matahari,, dan lain sebagainya. Dari semuanya itu dapat ditarik kesimpulan bahwa semua makhluk yang ada dimuka bumi ini adalah hakekatnya perwujudan Tuhan, ciptaan Tuhan. Allah azza wajalla. Sunan Kalijaga  juga melakukan proses berpikir yang panjang dalam memahami Islam. Ketika Sunan Bonang menyuruh Sunan Kalijaga untuk naik haji ke Baitullah (Mekah) Sunan Kalijaga merasa bingung, tidak tahu apa itu ilmu tentang haji sedangkan dia baru saja mengenal Islam. Patih Gajah Mada menemukan proses berpikir yang panjang untuk menyelesaikan banyaknya pemberontakan demi pemberontakan yang menimpa kerajaan Majapahit sehingga menyebabkan muncullah “Sumpah Palapa” intinya tidak akan makan buah palapa sebelum mempersatukan Nusantara. Seseorang jika ingin menjadi orang besar hendaklah mengawaali dengan berfikir luas, menggunakan mata hatinya untuk berpikir prograsif bukan regresif/stagnan dalam kejumudan.
            Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Imron ayat 190-191 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda ayat Allah bagi orang-orang yang mau berfikir. Yaitu orang-orang yang selalu mengingat Allah dikala berdiri dan duduk maupun berbaring, dan senantiasa berfikir tentang penciptaan langit dan bumi, dan mereka mengatakan”Ya Tuhan Kami Tidaklah Engkau Ciptakan Semuanya itu dengan sia-sia, Maha Suci Engkau Peliharalah kami dari siksa api neraka”.
            Dalam ayat diatas telah jelas disebutkan bahwa generasi “Ulu-albab yaitu generasi yang terus menerus berfikir untuk menemukan kebenaran di dalam ralitas social. Pemikiran disini yang dimaksuda adalah pemikiran yang mendekatkan diri kepada Allah swt, bukan pemikiran yang akan menjerumuskan kedalam jurang kekufuran. Dalam konteks kemasyarakatan pemikiran yang mengarah kepada kesalehan social harus di implementasikan sebaik-baiknya dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana KH.Ahmad Dahlan dengan gerakan Al-Ma’unya menciptakan paradigma progresif  yang melahirkan banyaknya panti asuhan, sekolah-sekolah, rumah sakit, dll.Pertanyaanya sudah sampai manakah gerakan tajdid pemikiran kawan-kawan IMM  dalam mewujudkan generasi Al-Ma’un diatas?intelektualisme IMM harus dapat memberikan output untuk menghasilkan gerakan social kemanusiaan dalam masyarakat.

Intelektualisme IMM Dari Gerakan Pemikiran Menuju Ke Arah Praksis
Dua tahun yang lalu Amin Rais mewacanakan didalam forum Seminar Nasional di Yogyakarta bahwa IMM hendaknya konsentrasi pada gerakan intelektual saja, mengingat jumlah masa yang sedikit dan akar rumput yang kurang menyentuh praksis masyarakat. Menurut penulis pernyataan tersebut agaknya kurang tepat dan seakan-akan mengkerdilkan jangkauan pemikiran kawan-kawan IMM. Rasullah saw. Bersabada “Khoirunnaas Anfa’uhum Linnaas” artinya yaitu sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi yang lainya. Semboyan “Fastabiqul Khoiroot” kiranya menjadi senjata ampuh bagi kader-kader ikatan untuk menjadi “intellectual generation” sekaligus generasi  pembaharu “agen of change and improvement” yang selalu memperjuangkan kepentingan hak-hak rakyat yang tertindas. Sejarah membuktikan peristiwa jatuhnya orde lama tahaun 1966 dengan tuntutanya yang dinamakan “Tritura” tiga tuntutan rakyat IMM ikut mengawal tuntutan rakyat salah satunya yaitu bubarkan PKI dan turunkan harga sembako. Tahun 1998 IMM turut serta dalam penggulingan rezim orde baru yang otoriter. Dari catatan sejarah diatas kiranya telah jelas bahwa eksistensi gerakan amaliah IMM akan di akui oleh masyarakat ketika IMM benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat secara luas.”key word” atau kata kuncinya yaitu berpikir dan beramal. Berpikir tanpa amal sama saja dengan pola pikir orang-orang Yahudi yang tidak mentaati perintah para Rasulnya.

IMM menuju gerakan pemberdayaan kampus
Berbicara IMM maka tidak akan terpisahkan dengan iklim lingkungan kampus. Wujud nyata pengabdian IMM adalah memberdayakan kampus sekaligus menjadikan laboratorium ilmiah untuk menimba ilmu berkarya dan beramal sebanyak-banyaknya. Kader-kader IMM harus menjadi kader militan, kader aktivis yang tangguh yang sepakt erjangnya diperhitungkan dalam lingkungan kampus. Intelectual Yes! Academic Yes!. Kader IMM harus menunjukan jati dirinya sebagai kader paling unggul dibanding dengan gerakan lain karena mempunyai tri kompetensi dasar yakni intelektualis, Humanis dan Religius. Tri kompetensi ini menjadi pegangan bagi semua kader dimanapun dia berada. Ilmu dan Amaliah adalah ciri khas jati diri kader IMM. Ada beberapa simpul-simpul yang perlu dipahami dalam memberikan pemberdayaan kampus. Pertama yaitu menghidupkan forum-forum ilmiah, baik diskusi maupun kegiatan-kegiatan ilmiah. Dengan selalu berdiskusi maka pemikiran kader akan semakin terasah dan tajam terbuka cakrawala pemikiranya yang tidak sempit. Kedua yaitu mengekspresikan segala gagasan pemikirnya lewat tulisan, media masa, buletin maupun tulisa-tulisan ilmiah lainya. Ketiga yaitu menanam beberapa kader untuk aktif di lembaga intra kampus sebagai penghubung antara IMM dengan birokrat sekaligus syi’ar bahwa kader IMM  militan dan berbobot sehingga banyak dibutuhkan dikampus dengan begitu nama IMM akan dikenal luas oleh publik kampus. Keempat yaitu selalu mengedapankan musyawarah dari pada mendahulukan emosi sesaat.
Penulis berpendapat jika IMM ingin eksis, maka mau tidak mau harus melakukan gerakan transformasi intelektual dan budaya. Budaya intelektual IMM harus di sosialisasikan sampai pada tataran “grasroot” masyarakat.Gerakan transformasi intelektual IMM adalah gerakan pemikiran “controling” terhadap segala bentuk ketidak adilan dalam masyarakat. Terhadap masalah ini IMM harus peka bukti pemberdayaan dalam masyarakat. Budaya yang perlu di transformasikan pada masyarakat adalah budaya ilmiah, budaya kritis serta religius sebagaimana intelektual diatas yang telah di contohkan pada Nabi Muhammad Saw.



  Daftar Pustaka
    Ali Bowo, Tjahjono, 2010.  Islam dan Multitalenta dalam Suaramerdeka edisi 6 Mei 2010
Ma’arif, Syafii Ahmad,2009. Islam Dalam Bingkai Ke Indonesiaan Dan Kemanusiaan Sebuah Refleksi Sejarah.Bandung:  PT Mizan Pustaka
Kasmadi, Hartono, 2003. Sejarah Pendidikan.Buku Ajar Pendidikan Sejarah. Unnes Semarang. Tidak diterbitkan

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Salam Anda