Penguatan basis kaderisasi IMM tidak akan luput dari tri kompetensi IMM
yaitu intelektual, religious dan
humanis. Menyinggung masalah kaderisasi
maka secara otomatis membicarakan masalah kuantitas serta kualitas kader
ditataran praksis masyarakat. Penulis memandang bahwa dalam kurun 3 tahun terakhir ini kaderisasi IMM
dari tataran pusat sampai komisariat kurang adanya koordinasi gerakan sehingga
akibatnya tidak ada titik pergerakan yang jelas Penajaman berpikir merupakan
hal yang wajib bagi seluruh kader IMM
dalam menemukan jawaban-jawaban atas ralitas social yang ada. Filsuf
Descrates mengatakan dengan berpikir maka kita di anggap ada, dan orang dikatan
hidup ketika pikiranya senantiasa berkesinambungan berjalan tanpa henti. Bahkan
Aristoteles menyamakan orang yang tidak mau berpikir dikatan sebagai orang yang
telah mati. Ali Bin Abi Tholib menyamakan orang yang senantiasa berpikir sama
halnya dengan orang yang berilmu, dan orang yang berilmu laksana sinar cahaya
yang akan menyinari kegelapan. Orang yang berilmu akan senatiasa hatinya
bersinar dan memberikan manfaat kepada makhluk yang lainya.
Ibrahim As.menjalani proses berpikir
untuk menemukan Tuhan berawal dari melihat alam sekitar seperti bulan, bintang,
matahari,, dan lain sebagainya. Dari semuanya itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa semua makhluk yang ada dimuka bumi ini adalah hakekatnya perwujudan
Tuhan, ciptaan Tuhan. Allah azza wajalla. Sunan Kalijaga juga melakukan proses berpikir yang panjang dalam
memahami Islam. Ketika Sunan Bonang menyuruh Sunan Kalijaga untuk naik haji ke
Baitullah (Mekah) Sunan Kalijaga merasa bingung, tidak tahu apa itu ilmu
tentang haji sedangkan dia baru saja mengenal Islam. Patih Gajah Mada menemukan
proses berpikir yang panjang untuk menyelesaikan banyaknya pemberontakan demi
pemberontakan yang menimpa kerajaan Majapahit sehingga menyebabkan muncullah
“Sumpah Palapa” intinya tidak akan makan buah palapa sebelum mempersatukan
Nusantara. Seseorang jika ingin menjadi orang besar hendaklah mengawaali dengan
berfikir luas, menggunakan mata hatinya untuk berpikir prograsif bukan
regresif/stagnan dalam kejumudan.
Allah Swt berfirman dalam QS.
Al-Imron ayat 190-191 yang artinya “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda ayat Allah bagi
orang-orang yang mau berfikir. Yaitu orang-orang yang selalu mengingat Allah
dikala berdiri dan duduk maupun berbaring, dan senantiasa berfikir tentang
penciptaan langit dan bumi, dan mereka mengatakan”Ya Tuhan Kami Tidaklah Engkau
Ciptakan Semuanya itu dengan sia-sia, Maha Suci Engkau Peliharalah kami dari
siksa api neraka”.
Dalam ayat diatas telah jelas
disebutkan bahwa generasi “Ulu-albab yaitu generasi yang terus menerus berfikir
untuk menemukan kebenaran di dalam ralitas social. Pemikiran disini yang
dimaksuda adalah pemikiran yang mendekatkan diri kepada Allah swt, bukan
pemikiran yang akan menjerumuskan kedalam jurang kekufuran. Dalam konteks
kemasyarakatan pemikiran yang mengarah kepada kesalehan social harus di
implementasikan sebaik-baiknya dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana KH.Ahmad
Dahlan dengan gerakan Al-Ma’unya menciptakan paradigma progresif yang melahirkan banyaknya panti asuhan, sekolah-sekolah,
rumah sakit, dll.Pertanyaanya sudah sampai manakah gerakan tajdid pemikiran
kawan-kawan IMM dalam mewujudkan
generasi Al-Ma’un diatas?intelektualisme IMM harus dapat memberikan output
untuk menghasilkan gerakan social kemanusiaan dalam masyarakat.
Intelektualisme
IMM Dari Gerakan Pemikiran Menuju Ke Arah Praksis
Dua
tahun yang lalu Amin Rais mewacanakan didalam forum Seminar Nasional di
Yogyakarta bahwa IMM hendaknya konsentrasi pada gerakan intelektual saja,
mengingat jumlah masa yang sedikit dan akar rumput yang kurang menyentuh
praksis masyarakat. Menurut penulis pernyataan tersebut agaknya kurang tepat
dan seakan-akan mengkerdilkan jangkauan pemikiran kawan-kawan IMM. Rasullah
saw. Bersabada “Khoirunnaas Anfa’uhum Linnaas” artinya yaitu sebaik-baik
manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi yang lainya. Semboyan
“Fastabiqul Khoiroot” kiranya menjadi senjata ampuh bagi kader-kader ikatan
untuk menjadi “intellectual generation” sekaligus generasi pembaharu “agen of change and improvement”
yang selalu memperjuangkan kepentingan hak-hak rakyat yang tertindas. Sejarah
membuktikan peristiwa jatuhnya orde lama tahaun 1966 dengan tuntutanya yang
dinamakan “Tritura” tiga tuntutan rakyat IMM ikut mengawal tuntutan rakyat
salah satunya yaitu bubarkan PKI dan turunkan harga sembako. Tahun 1998 IMM turut serta dalam penggulingan
rezim orde baru yang otoriter. Dari catatan sejarah diatas kiranya telah jelas
bahwa eksistensi gerakan amaliah IMM akan di akui oleh masyarakat ketika IMM
benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat secara luas.”key word” atau kata
kuncinya yaitu berpikir dan beramal. Berpikir tanpa amal sama saja dengan pola
pikir orang-orang Yahudi yang tidak mentaati perintah para Rasulnya.
IMM menuju gerakan pemberdayaan kampus
Berbicara IMM maka tidak akan terpisahkan
dengan iklim lingkungan kampus. Wujud nyata pengabdian IMM adalah memberdayakan
kampus sekaligus menjadikan laboratorium ilmiah untuk menimba ilmu berkarya dan
beramal sebanyak-banyaknya. Kader-kader IMM harus menjadi kader militan, kader
aktivis yang tangguh yang sepakt erjangnya diperhitungkan dalam lingkungan
kampus. Intelectual Yes! Academic Yes!. Kader IMM harus menunjukan jati dirinya
sebagai kader paling unggul dibanding dengan gerakan lain karena mempunyai tri
kompetensi dasar yakni intelektualis, Humanis dan Religius. Tri kompetensi ini menjadi pegangan bagi
semua kader dimanapun dia berada. Ilmu dan Amaliah adalah ciri khas jati diri
kader IMM. Ada beberapa simpul-simpul yang perlu dipahami dalam memberikan
pemberdayaan kampus. Pertama yaitu menghidupkan forum-forum ilmiah, baik
diskusi maupun kegiatan-kegiatan ilmiah. Dengan selalu berdiskusi maka
pemikiran kader akan semakin terasah dan tajam terbuka cakrawala pemikiranya
yang tidak sempit. Kedua yaitu mengekspresikan segala gagasan pemikirnya
lewat tulisan, media masa, buletin maupun tulisa-tulisan ilmiah lainya. Ketiga
yaitu menanam beberapa kader untuk aktif di lembaga intra kampus sebagai
penghubung antara IMM dengan birokrat sekaligus syi’ar bahwa kader IMM militan dan berbobot sehingga banyak
dibutuhkan dikampus dengan begitu nama IMM akan dikenal luas oleh publik
kampus. Keempat yaitu selalu mengedapankan musyawarah dari pada
mendahulukan emosi sesaat.
Penulis berpendapat jika IMM ingin eksis,
maka mau tidak mau harus melakukan gerakan transformasi intelektual dan budaya.
Budaya intelektual IMM harus di sosialisasikan sampai pada tataran “grasroot”
masyarakat.Gerakan transformasi intelektual IMM adalah gerakan pemikiran
“controling” terhadap segala bentuk ketidak adilan dalam masyarakat. Terhadap
masalah ini IMM harus peka bukti pemberdayaan dalam masyarakat. Budaya yang
perlu di transformasikan pada masyarakat adalah budaya ilmiah, budaya kritis
serta religius sebagaimana intelektual diatas yang telah di contohkan pada Nabi
Muhammad Saw.
Daftar
Pustaka
Ali Bowo, Tjahjono,
2010. Islam dan Multitalenta dalam Suaramerdeka edisi 6 Mei 2010
Ma’arif, Syafii Ahmad,2009. Islam Dalam Bingkai Ke Indonesiaan Dan
Kemanusiaan Sebuah Refleksi Sejarah.Bandung: PT Mizan Pustaka
Kasmadi, Hartono, 2003. Sejarah Pendidikan.Buku Ajar Pendidikan
Sejarah. Unnes Semarang. Tidak diterbitkan
»» READMORE...