Thursday 7 October 2010

Mengurai Masalah Kebijakan Konversi

Mengurai Masalah Kebijakan Konversi

Oleh : Siti Zazak S*

Akhir-akhir ini, konversi minyak ke gas menuai banyak kritik. Hal ini disebakan antara lain karena marakya tabung gas elpiji yang meledak, khususnya ukuran 3 kg yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Korban berjatuhanpun tidak dapat terelakkan. Kerugian yang ditangggung tidak sebaning dengan harga tabung LPG. Lantas, apa yang salah dengan kebijakan konversi tersebut?

Sejak digulirkan kebijakan konversi energi pada tahun 2008 pelbagai polemik muncul seperti kebocoran gas, slang rusak, tabung regulator yang tidak pas, dsb. Berdasarkan data, pada tahun 2009-2010 telah terjadi peningkatan kasus dari 40 kasus menjadi 55 kasus dengan korban luka. Lebih dari 60 orang meninggal dunia dan kehilangan harta benda. Propaganda pemerintah yang senantiasa didengungkan hanya menyentuh pada ranah bahwasanya kebijakan konversi sebagai ikhtiar penghematan anggaran Negara hingga trilyunan rupiah. Pemerintah tidak begitu menganalisa lebih jauh mengenai teknis dan dampak terburuk dari sebuah kebijakan mengingat masih minimnya informasi bagi masyarakat mengenai gas. Jika sudah begini, lagi-lagi rakyat yang menjadi korban. Mereka tidak untung tapi malah bunting.

Tidak hanya itu, pemerintah juga lalai dalam mengawasi pembagian tabung LPG. Masih sering dijumpai bahwa tabung gas yang dibagi secara cuma-cuma masih jauh dari kelaikan SNI. Lebih dari 9.000 tabung LPG yang tersebar di Indonesia belum memenuhi standar. Padahal dana yang dikeluarkan untuk menyukseskan program ini mencapai trilyunan rupiah. Miris memang jika melihat bahwasanya kebijakan ini terkesan belum matang sehingga hanya berjalan setengah-setengah. Pemerintah baru kebakaran jenggot ketika media gencar menyorot mengenai meningkatnya korban pengunaan gas tabung LPG 3 kg yang hampir terjadi setiap hari. Namun, tidak ada yang mau bertanggungjawab dengan persoalan ini. Semuanya saling melempar tanggung jawab dan kesalahan antar instansi.

Mengkaji Ulang Kebijakan Konversi

Mengingat maraknya ledakan tabung gas, sudah seharusnya pemerintah mengkaji ulang kebijakan konversi. Perlu adanya diskusi terbuka antara stake holder dan masyarakat. Masyarakat bisa andil untuk urun rembug. Pemerintah tidak hanya melempar kebijakan dan menafikan suara rakyat. Karena bagaimanapun juga sistem demokrasi yang kita anut yakni dari, dan, untuk rakyat. Jadi, sudah sepantasnya jika suara rakyat harus didengar.

Evaluasi juga harus senantiasa dilakukan pemerintah sebagai upaya memperbaiki kesalahan. Perlu adanya tim khusus yang mengawasi pelaksanaan program ini di lapangan secara konsisten, baik mengawasi para agen tabung gas maupun pendistribusian tabung gas. Hingga saat ini, masih ada sebagian masyarakat kurang mampu yang belum tersentuh kebijakan konversi bahan bakar ini. Selain itu, kualitas tabung gas LPG yang tidak sesuai SNI harus segera ditarik dari peredaran. Para korban meledaknya tabung LPG harus mendapatkan jaminan asuransi dari pemerintah. Pemerintah tidak boleh lepas tangan melihat banyak korban yang berjatuhan dan kehilangan harta benda. Untuk itu, Jusuf Kalla selaku pionir konversi berpendapat bahwasanya perlu adanya bengkel-bengkel perbaikan tabung gas LPG. Pemerintah juga harus membuat regulasi mengenai standar tempat penyimpanan dan pengangkutan tabung gas LPG. Menilik realitas yang ada, tabung gas hanya disimpan di tempat seadanya dan diangkut dengan mobil pick up ataupun ditumpuk sembarangan di motor dan becak.

Banyak masyarakat yang menjadi trauma menggunakan LPG melihat fenomena meledaknya tabung gas yang banyak memakan korban dan . Jika pemerintah tidak bisa menyelesaikan permasalahan ini, ada kemungkinan bahwa masyarakat nantinya akan kembali beralih ke minyak tanah atau kayu bakar. Dan pada akhirnya masyarakat akan semakin tidak percaya dan apatis dengan pelbagai kebijakan pemerintah.

Memang disadari atau tidak, bahwa setiap kebijakan pasti berdampak positif atau negatif. Namun, yang perlu disadari bersama adalah ada kemauan untuk selau berubah ke arah yang lebih baik demi kemaslahatan bersama .Ibarat pepatah yang mengatakan bahwa nasi sudah menjadi bubur. Nah, bagaimana bisa mengolah bubur itu bisa menjadi makanan yang lebih baik, misalnya diolah menjadi bubur ayam, bubur kacang hijau, dsb.

Pentingnya Edukasi bagi Pengguna Tabung LPG

Pengguna tabung LPG 3kg yang sebagian besar adalah masyarakat kelas menengah ke bawah perlu mendapatkan edukasi yang baik mengenai penggunaan LPG dengan aman. Hal ini tentu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, namun tanggung jawab bersama masyarakat Indonesia.

Sosialisasi tidak hanya mengandalkan media visual, seperti televisi, namun kita perlu terjun langsung untuk mengkampanyekan penggunaan LPG dengan demonstrasi atau melalui media seperti:poster, stiker , dsb. Tidak hanya berkampanye mengenai penggunaannya, namun juga penyimpanan, perawatan, tips, resiko, serta hal-hal yang berkaitan lainnya. Tak terkecuali para agen juga harus memperoleh informasi mengenai standar tempat penyimpanan tabung gas.

Dengan adanya edukasi penggunaan LPG yang baik dan benar, diharapkan dapat meminimalisir rentetan peristiwa tabung gas yang meledak. Masyarakat nyaman untuk menggunakan LPG dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada lagi rasa waspada dan ketakutan yang menghantui mereka. Sekali lagi semua ini bisa tercapai jika ada kepedulian dan kesadaran bersama.

* Mahasiswi Tadris Bahasa Inggris IAIN Walisongo; Kabid Keilmuan PC IMM Kota Semarang Periode 2010/2011

No comments:

Post a Comment

Sampaikan Salam Anda